Musyawarah Realisasi Anggaran Dana Publikasi di Kecamatan Ulubelu Menuai Kontroversi
Harian TANGGAMUS NEWS,ulu belu – Keputusan dalam musyawarah terkait realisasi anggaran dana publikasi di Kecamatan Ulubelu dengan sistem satu pintu memicu polemik. Sejumlah kepala pekon menolak mengikuti kesepakatan yang telah disetujui oleh Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kecamatan Ulubelu, Wahyudiono. Mereka menilai kebijakan tersebut kurang berpihak kepada insan pers yang selama ini menjadi mitra pemerintah desa dalam menyebarluaskan informasi.
Beberapa pekon yang menolak sistem pembayaran satu pintu antara lain Pekon Gunung Tiga, Pekon Muara Dua, Pekon Gunungsari, dan Pekon Ulu Semong. Para kepala pekon yang tidak sejalan dengan kebijakan ini menganggap bahwa sistem pembayaran satu pintu berpotensi menghambat hak awak media dalam menerima pembayaran atas kerja sama yang telah terjalin.
Salah satu kepala pekon yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut dinilai tidak adil serta berpotensi merugikan insan pers. Ia menegaskan bahwa anggaran publikasi seharusnya direalisasikan secara transparan dan tidak ditunda dengan alasan yang tidak jelas.
“Kami beberapa pekon sepakat untuk tidak mengikuti hasil musyawarah yang telah ditetapkan Ketua Apdesi. Keputusan ini bukan tanpa alasan, melainkan sebagai bentuk kepedulian terhadap rekan-rekan media yang selama ini menjadi mitra dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa anggaran publikasi harus segera dibayarkan tanpa menunggu waktu yang tidak pasti. “Jika anggaran sudah tersedia, mengapa harus ditunda lagi? Tahap pertama dan tahap kedua harus direalisasikan sesuai kesepakatan karena itu sudah menjadi kewajiban,” tegasnya.
Beberapa kepala pekon juga menyoroti pentingnya kerja sama antara pemerintah pekon dan media. Mereka menilai kebijakan sistem satu pintu justru mengurangi transparansi serta kejelasan dalam proses pembayaran anggaran publikasi.
“Kami ingin ada kejelasan dalam mekanisme pembayaran. Jangan sampai kebijakan ini merugikan pihak mana pun, terutama rekan-rekan media yang telah membantu menyebarluaskan informasi pembangunan di desa,” ujar seorang kepala pekon lainnya.
Persoalan lain yang menjadi sorotan adalah sulitnya Ketua Apdesi Kecamatan Ulubelu, Wahyudiono, untuk dihubungi. Beberapa kepala pekon mengungkapkan bahwa komunikasi dengan Ketua Apdesi menjadi kendala utama dalam menjalankan berbagai program yang telah direncanakan.
“Ketua Apdesi susah ditemui dan dihubungi, sehingga banyak rencana dan kegiatan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bagaimana bisa melakukan musyawarah atau koordinasi jika komunikasi saja tidak bisa dilakukan?” keluh salah satu kepala pekon.
Menanggapi polemik ini, Ketua Aliansi Jurnalistik Online Indonesia (AJOI) DPC Tanggamus, Hi. Budi Hartono, turut menyampaikan pendapatnya. Ia membenarkan adanya kesulitan dalam berkomunikasi dengan Ketua Apdesi Kecamatan Ulubelu, yang berdampak pada ketidakjelasan informasi dan kebijakan.
“Saya sudah mencoba menghubungi Ketua Apdesi melalui WhatsApp, tetapi responsnya sangat lambat. Sikap ini tentu kurang terpuji bagi seorang pemimpin yang seharusnya siap berkomunikasi dengan berbagai pihak,” tandasnya.
Para kepala pekon yang menolak kebijakan ini berharap adanya solusi yang lebih adil dan transparan dalam pengelolaan anggaran dana publikasi. Mereka menginginkan mekanisme pembayaran yang tidak merugikan pihak mana pun, khususnya insan pers yang telah berperan penting dalam penyebaran informasi pembangunan desa.
“Kami berharap ada kebijakan yang lebih baik, terutama dalam menghadapi momen menjelang Hari Raya Idul Fitri, di mana banyak awak media yang membutuhkan dana untuk kebutuhan keluarga,” tambah salah satu kepala pekon.
Polemik ini menunjukkan pentingnya komunikasi yang baik antara pemerintah pekon, Apdesi, dan awak media guna menciptakan kebijakan yang adil serta menghindari potensi konflik yang lebih luas.(Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar